CyberON

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Juni 2011

Makalah Pudarnya Rasa Nasionalisme


Bab I
PENDAHULUAN

 
  1. Pendahuluan
    Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
    Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
    Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
    Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.

     

     
  2. Latar belakang Masalah
    Tak pelak lagi, Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami suatu krisis secara fundamental dan menyeluruh. Banyaknya masalah yang berupa Ancaman, Hambatan, Tantangan dan Gangguan (AGHT) yang dihadapi Indonesia datang bertubi-tubi secara dengan derasnya. Ditambah lagi masalah-masalah bencana alam yang memang sudah menjadi bagian dari alam Indonesia yang memang akhir-akhir ini tak ramah dan mungkin yang terakhir yang cukup menganggu yakni masalah internasional dengan negara-negara tetangga hingga berujung buruknya perseprsi Indonesia di mata internasional.
    Lalu ada apa dengan Indonesia sebenarnya. Masalah utama memang tampak berada di permukaan tapi sebetulnya masalah yang benar-benar besar ada pada moral nasionalisme masyarakat Indonesia yang begitu remuk. Hal ini diibartkan jika Indonesia adalah sebuah kapal besar yang sedang mengarungi samudera nan luas, lalu kapal Indonesia bocor dan air laut masuk hingga kapal terancam karam, tetapi sebagai awak kapal serta anak buah kapal yang mengetahui kejadian ini malah tunggang langgang berlari dan keluar dari kapal bukannya saling membantu gotong royong untuk memperbaiki kapal sehingga mampu melaju lagi diatas samudera. Hal inilah yang menjadi hambatan besar yaitu yang berasal dari dalam Indonesia itu sendiri, bahkan lebih dalam lagi yakni hati nurani setiap warga negara Indonesia.
    Apa pasalnya sehingga banyak manusia Indonesia yang memikirkan untuk meninggalkan Indonesia jauh ke negeri lain padahal Indonesia sedang dalam keadaan diambang kehancuran? Tak lain yaitu masalah kepercayaan dan kesetiaan. Satu sisi dari pemerintah Indonesia tidak memberikan suatu kepercayaan bagi seluruh rakyatnya dengan begitu banyaknya menghancurkan dam menyia-nyiakan amanah yang diberikan rakyat kepada para pemimpin bangsa. Banyaknya terjadi kebobrokan dalam aparat pemerintah, korupsi yang menggila, kelambatan dan ketidak-seriusan dalam menangani masalah hingga penegakan hukum yang menyimpang antara hukum dengan implementasinya di lapangan membuat itu semua menghancurkan hati rakyat-rakyatnya. Sisi kedua yakni para rakyat sendiri yang tidak pernah merasa puas dengan keadaan di Indonesia dan selalu melihat 'rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri' sehingga membunuh rasa nasionalisme itu sendiri dan akhirnya berujung pada keinginan untuk mencari hidup di negara lain dan mulai menumbuhkan rasa ketidak cintaannya terhadap Indonesia. Orang pada sisi kedua ini biasanya sama sekali tidak pernah merasa bangga karena ia menjadi warga Indonesia. Manusia dengan klasifikasi seperti ini mempunyai ketiadaan moralitas akan nasionalisme dan akhirnya mempunyai sikap yang tidak setia terhadap bangsa dan negaranya.
    Tapi apakah benar dengan minimnya moralitas bangsa akan nasionalisme dapat menjadi suatu indirect threat dan bumerang buruk bagi suatu bangsa?
    Dengan meyakini bahwa Pancasila sebagai landasan dasar falsafah hidup bernegara di Indonesia dan tetap menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu konstitusi, maka sudah sepatutnya masyarakat Indonesia merasa bangga akan negaranya, akan bangsanya, akan bahasanya, akan budayanya dan segala kekayaan yang melimpah yang telah diberikan Tuhan kepada bumi Indonesia bukan malah membenci atau 'mengkhianati' Indonesia. Saya meyakini dengan benar dan sejalan dengan pendapat Ir. Soekarno bahwa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka harus menjalankan prinsip Berdikari (Berdiri diatas kaki sendiri) dan memegang teguh doktrin Indonesian Way. Dengan adanyan prinsip Berdikari maka akan menjadikan Indonesia lebih kuat dari dalam dan tidak tergantung dari 'belas-kasihan' negara-negara yang notabene sebagai neo-colonialism dan apabila hal itu telah terlaksana dan tercapai maka akan sampailah Indonesia ke depan pintu gerbang kebesaran dan kejayaan bangsa. Untuk itu suatu moralitas nasionalis sangat diperlukan guna menyongsong kejayaan Indonesia, meski rasa nasionalisme yang berlebihan juga dapat menjadi batu sandungan. Tapi yakinlah bahwa sekarang ini masyarakat Indonesia sama sekali tidak berada pada nasionalisme yang berlebihan layaknya rakyat Korea Utara tapi menjadi salah satu titik nasionalisme terendah dalam sejarah hidupnya bangsa Indonesia.
    Lalu apa pemecahan terbaik untuk menumbuhkan rasa nasionalisme? Jawabnya yaitu hanya diri sendiri setiap insan manusia Indonesia yang mengetahui. Rasa nasionalisme tidak bisa diajarkan juga ditularkan, sekuat apapun kita mempengaruhi orang lain rasa nasionalisme tidak akan tertular bila diri sendiri sudah mencegahnya, semuanya harus lahir dari diri sendiri. Teringat akan suatu adagium melegenda yaitu "Jangan bertanya apa yang Indonesia berikan untuk kita, tapi apa yang kau bisa berikan buat Indonesia."

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Bab II
    PEMBAHASAN

     
  3. Pembahasan
    Seiring berjalannya waktu mulai dari kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak hal yang terjadi mulai dari hilangnya seorang figure yang dapat dijadikan pegangan bagi warga negara Indonesia, krisis ekonomi, krisis moral, korupsi, dan masih banyak lagi. Tetapi di sini kita akan membahas tentang krisis moral. Ada beberapa hal yg menyebabkan degradasi nasionalisme terutama masalah moral,yaitu :

     
  4. Pengaruh Budaya Luar
    Banyak anak muda sekarang, meniru budaya orang lain. Padahal belum tentu budaya tersebut cocok dengan karakter bangsa kita. Banya anak sekarang yang memiliki moral kurang baik. Moral adalah manusia yang memiliki sifat positif, sedangkan kebalikannya adalah amoral. Kita lihat anak sekarang berani membantah orang tua, berkata kasar kepada teman atau orang tua, berperilaku kasar, anak muda sekarang banyak yang melakukan freesex. Dan banyak anak muda sekarang tidak bisa menyaring budaya orang lain / bangsa lain. Maka dapat diketahui bahwa salah satu faktor rusakanya moral bangsa adalah pengaruh dari budaya orang lain yang tidak bias kita saring, padahal belum tentu budaya tersebut cocok dengan krakter bangsa kita.
    Pengaruh budaya lain sangat baik untuk bangsa kita namun pengaruh tersebut harus kita saring yang mana yang baik dan buruk. Lalu apakah mereka tidak bisa menyaring pengaruh budaya tersebut? Ya, bagi mereka yang terpenting itu baik menurut mereka, padahal sebenarnya itu buruk bagi mereka. Mereka telah membuang jauh-jauh pendidikan islam dan memilih suatu hal yang baik menurut mereka. Menurut mereka itu baik padahal itu tidak baik. Bagaimana mereka bisa berpendapat bahwa hal tersebut baik? Karena kurangnya pendidikan islam, orang tua sangat berpengaruh dalam hal ini, selain orang tua hal lain yang berpengaruh adalah dari pergaulan. Pergaulan yang baik, maka kita menjadi baik. Pergaulan buruk maka kita akan menjadi buruk.
    Moral anak bangsa kita sangat jatuh, ini terlihat dari banyak anak-anak yang berani membantah orang tua, berperilaku curang, berkata kasar, dan lain sebagainya. Moral bangsa kita sangat jatuh terlihat banyaknya korupsi, kecurangan, dan lain sebagainya. Contohnya dalam tes CPNS saja banyak orang yang pintar tapi tidak bisa menjadi PNS tapi amat disayangkan malah orang kaya yang menjadi PNS. Apakah hanya orang kaya yang berkuasa? Tentu tidak jika kita bisa memperbaiki moral generasi bangsa kedepan.

    Faktor utama yang paling menentukan terwujudnya moral anak bangsa yang baik adalah dari orang tua. Banyak orang tua yang tidak peduli kepada anak-anak nya atau tidak berperilaku adil kepada anak-anak nya. Contohnya, dalam penentuan jurusan di SMA, banyaknya orang tua yang memaksakan anaknya untuk memasuki jurusan yang tidak diinginkan oleh anaknya dan dilihat dari kemampuannya si anak tidak merasa mampu. Hal ini bisa membuat anak tertekan dan membuat moral anak menjadi terganggu.

     
  5. Faktor Pendidikan
        Faktor berikutnya yang berpengaruh adalah pentingnya pendidikan, baik disekolah maupun dimana saja. Apabila anak dididik tidak baik maka menjadi tidak baik begitu sebaliknya. Timbulnya moral yang tidak baik adalah timbulnya ketidak adilan kepada pendidik. Contohnya, guru yang memberikan pertanyaan hanya kepada orang yang pintar saja sedangkan orang yang kurang pintar tidak diperhatikan sama-sekali. Ini bisa membuat si kurang pintar menjadi iri dan tertekan karena si pendidik itu tidak adil terhadp peserta didiknya.
    Pendidikan sangat penting untuk mewujudkan moral anak bangsa yang baik, dimana kita mengajarkan untuk menaati hukum, menjalankan syari'at Islam, tidak korupsi, tidak berkata kasar, tidak asal-asalan, memilah-milah budaya, dan lain sebagainya. Dan ini yang harus di tanamkan pada setiap anak bangsa, tidak hanya dilihat dan dimengerti tetapi harus dilakukan.
    Semakin banyaknya prilaku tidak bermoral yang dilakukan oleh anak-anak maupun anak muda memberikan tantangan kepada orang tua dan para pendidik akan hal ini. Kita tidak bisa menganggap remeh prilaku anak-anak yang suka bermain curang, berkata kasar kepada orang tua, dan anak muda yang suka menonton film porno. Kenapa anak memiliki moral yang tidal baik salah satunya adalah tiga faktor tadi, keluarga, pendidikan, dan pergaulan yang kurang baik.
    Pendidikan nasional saat ini telah menyampingkan banyak hal, buktinya banyak pejabat yang korupsi, freesex, kekerasan dan lain sebagainya.
    Kalau kita ingin memiliki generasi penerus bangsa yang bermoral, jujur, amanah dan bertanggung jawab di mulai dari orang tua, para pedidik, atau para pejabat yang memberikan contoh kepada generasi muda untuk tidak melakukan korupsi, bersikap amanah, tidak berkata kasar dan lain sebagainya. Dan mementingkan bangsabukan kepentingan pribadi atau kelompok.

    Para pejabat memulai untuk memberikan contoh yang baik, tidak korupsi, menjadi orang yang amanah, dan lain sebagainya. Agar para generasi muda bisa mencontoh hal tersebut dan korupsi pun tidak akan ada di indonesia jika semua penduduknya memiliki moral. Yang jadi masalah bagaimana membuat penduduk indonesia ini memiliki moral?

    Mari kita berbenah diri untuk memberikan contoh kepada generasi muda agar memiliki moral yang baik, tidak hanya mengajarkan / menyuruh untuk berperilaku jujur, amanah, dan lain sebagainya, tapi kita harus melakukan apa yang kita ajarkan. Apabila kita mengajarkan untuk berperilaku jujur, maka kita juga harus berperilaku jujur, jangan hanya omongnya saja tapi tindakan yang kita lakukan untuk memberikan contoh kepada generasi muda sangat sedikit.
    Dengan tindakan kita bisa membuat anak bangsa memiliki moral yang baik, mulailah dari kita untuk melakukan-nya, jangan menunggu orang lain yang tidak akan pernah melakukannya, kalau bukan kita siapa lagi?

     

     

     

     
  6. Faktor Media Massa
    Tak bisa dipungkiri lagi bahwa media (koran, majalah, televisi, internet, dsb) mempunyai andil (baca: pengaruh) yang sangat besar dalam sebuah komunitas, sebuah bangsa, dan sebuah peradaban. Media mampu membentuk opini, mengubah persepsi, sampai akhirnya dapat membentuk kepribadian seseorang. Siapa menguasai media, dialah pemenangnya. Bahkan Napoleon Bonaparte menyatakan bahwasanya Napoleon lebih takut pada goresan pena (tulisan) daripada 1000 pasukan musuh. Unit kegiatan jurnalistik siswa SMA saya saja, mempunyai jargon yang cukup mengerikan, "The World is Ruled by News," bagaimana dunia dapat diatur oleh berita/media. Bagai pisau tajam bermata dua, media bisa membangun sebuah bangsa, bisa juga malah menghancurkannya. Sekarang pertanyaannya, media seperti apa yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, dalam rangka pembenahan (maaf) kebrobrokan bangsa ini. Pertanyaan itulah yang dicoba dijawab dalam seminar nasional bertajuk "Rekonstruksi Moral Bangsa Melalui Media" yang diadakan oleh Panitia Ramadhan di Kampus (RDK) Jama'ah Shalahuddin Masjid Kampus UGM Jogja, Sabtu 29 September 2007, bertempat di UGM University Center. Panitia menghadirkan sejumlah pembicara/lembaga nasional yang memang berkompeten dalam hal media. Sebut saja ada perwakilan dari Depkominfo RI, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi I DPR RI, redaksi Solo Pos, dan sejumlah pengamat media maupun pakar komunikasi. Menarik mengamati para pemateri dalam seminar tersebut, dan dapat disimpulkan memang begitu rumitnya problematika bangsa Indonesia, bahkan hanya dalam bidang media sekalipun. Berikut ini pelajaran yang bisa kita ambil dalam seminar tersebut.

     

     

     
    Bab III
    PENUTUP

     
  7. Kesimpulan
    Sebenarmya masih banyak faktor-faktor yang lain, akan tetapi tidak ada gunanya jikalau kita hanya mengumbar-umbar masalah bangsa dan tidak memberikan solusinya. Berikut solusi mengenai degradasi nasionalisme khususnya tentang turunnya dan rendahnya moral bangsa Indonesia :
  • Lebih memperketat dalam sensor penyiaran televisi karena acara televise juga dapat mempengaruhi moral para penonton.
  • Menambah mata pelajaran budi pekerti di sekolah agar anak terbiasa dan senantiasa terbiasa dengan hal-hal yang baik.
  • Memperbanyak wadah atau tempat rehabilitasi bagi para pecandu narkoba agar mereka kembali ke jalan yang benar.
  • Mencegah beredarnya VCD/DVD porno yang banyak beredar di kalangan masyarakat.
  • Perhatian penuh dari orang tua agar anak senantiasa merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh kedua orang tuanya.

 

Marilah kita jaga dan pikrikan bersama nasib bangsa yang akan datang, dengan mempersiapkan generasi yang mampu membanggakan negara tercinta kita Indoensia yang berbudi pekerti,unggul, intelek, dan bertanggungjawab.

 

 

 

 
Degradasi Nasionalisme Terutama Masalah Moral

 


 

 

 


 


 


 


 

MAKALAH
Guna memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan
Program Studi Bahasa Inggris

 


Disusun oleh :
Muhammad Bahtiar
0901050126
C.1

 

 

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010

Makalah Pendidikan Sejak Usia Dini


KATA PENGANTAR

 
Alhamdulillah segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan rahmatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik walaupun mungkin ada kekurangan saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Makalah ini saya buat dengan tema "pendidikan sejak usia dini dapat merubah generasi bangsa". Tema ini saya pilih karena sangat menarik untuk disimak dan dihayati para pembaca agar dapat menumbuhkan sumber daya manusia yang baik pada generasi yang akan datang.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua agar bisa membuka pikiran kita untuk lebih berfikir cerdas dalam menyikapi krisis global sekarang ini. Saya menyadari bahwa banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena kurangnya pengetahuan dan wawasan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Dan terimakasih atas perhatiannya.


 

 

 

 

 

 

 

 

Terimakasih

 

 
Semarang, 30 April 2011
DAFTAR ISI
Kata Pengantar    i

Daftar Isi    ii

Bab I Pendahuluan    1

  1. Latar Belakang Masalah    1
  2. Permasalahan    2
Bab II Landasan Teori    3

  1. Tinjauan Pustaka    3
Bab III Pembahasan    3

  1. Pengertian Pendidikan    5
  2. Pendidikan Sejak Usia Dini    6
Bab IV Penutup..............................................................................................................11

Daftar Pustaka.................................................................................................................12


 


 


 


BAB I
PENDAHULUAN

 
  1. Latar belakang Masalah
    Kita semua tahu bahwa pendidikan sangatlah penting untuk semua orang. Apalagi pendidikan untuk anak kita, waktu yang tepat adalah pendidikan sejak usia yang masih dini. Di Indonesia sendiri banyak anak yang sebenarnya mempunyai otak yang cerdas. Akan tetapi, semua itu tidak difasilitasi dengan baik untuk mengembangkan otak mereka. Pendidikan mereka sebatas formal yang harus mereka lalui dengan teratur dan dengan kurikulum yang telah ada. Mereka tidak mendapat lebih yang akhirnya itu semua berimbas pada karakter maupun intelejensi mereka. Menurut para ilmuwan otak manusia terlahir berjuta-juta sel yang sama, kemudian untuk perkembangannya sel-sel tersebut saling menyatu satu sama lain. Sebanyak sel itu menyatu, sebanyak itu pula kemampuan otak terasah. Di sinilah perbedaan manusia, yaitu kemampuan mengasah otak mereka. Banyak dari warga Indonesia yang dari golongan kurang mampu tidak memberikan pendidikan yang cukup bagi anak mereka. Mereka menganggap bahwa pendidikan membutuhkan uang banyak yang mana mereka tidak mampu untuk mengeluarkannya. Itu semua hanya pikiran mereka yang terkontaminasi dengan pengalaman mereka dulu yang juga tidak mendapatkan pendidikan. Padahal kalau mereka mau banyak beasiswa berhamburan, hanya saja mereka tidak mau berusaha. Sedangkan mereka yang mampu, hanya memberikan dengan pasrah anaknya untuk dididik oleh guru di sekolah secara formal. Tanpa memikirkan dan memperhatikan perkembangan mereka. Bagaimana dan kapan mereka harus mendidik??, cukupkah nutrisi mereka??, sudahkan bakat mereka tersalurkan ??, jarang yang memkirkan itu semua. Kalau pun mereka tahu pasti mereka akan memberikan nutrisi dan pendidikan lebih untuk mendapatkan hasil yang baik dalam pendidikan mereka sejak dini.

        Di Indonesia sendiri banyak yang mengenyam pendidikan di usianya yang terhitung tua. Ini semua karena keterlambatan mereka dalam merambah ke dalam dunia pendidikan. Apakah mereka salah?? Tidak, karena orang tua mereka lah yang salah. Banyak orang tua yang terlambat memasukkan anaknya ke sekolah. Atau memasukkan mereka secara tepat tetapi tidak memperhatikan pendidikan mereka di sekolah. Padahal kalau kita tela'ah lagi dan kita cari informasi di dunia ini bahkan di Indonesia sendiri. Banyak anak yang usianya masih kecil bisa dibilang sekolah saja belum tapi mereka mempunyai daya rangsang otak yang cerdas. Dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Contohnya dokter cilik yang baru berusia 6 tahun yang tinggal di negara timur yang mampu menghafal Al-Quran beserta mampu menafsirkan dengan tafsirannya sendiri yang didasarkan Al-Quran dan Hadits, kemudian anak kecil berusia 4 tahun yang ngetop lewat nyanyiannya Cleopatra di Amerika, dan juga anak SD di Bandung di negara kita tercinta yang mampu membuat software sendiri dan mampu membuat situs yang telah diakses dan digunakan dari berbagai negara. Bagaimana mereka bisa, ketika ditelusuri dalam sebuah wawancara ternyata orang tua mereka telah memperhatikan bakat anak mereka sejak usia yang sangat dini. Dan mereka mampu mentransformasikan bakat mereka dengan baik sehingga sang anak pun menjadi sumber daya manusia yang baik pula.
1.2    Permasalahan

    Banyak makalah yang membahas pendidikan sejak usia dini. Tetapi dalam makalah ini penulis mencoba mengangkat masalah " Pendidikan Sejak Usia Dini Dapat Merubah Generasi Bangsa".
Dalam makalah ini penulis akan membahas pertanyaan di bawah ini :

  1. Apa arti sebenarnya pendidikan?
  2. Kenapa pendidikan harus dimulai sedini mungkin?

     
BAB II
LANDASAN TEORI

 
2.1    Tinjauan Pustaka

    Pendidikan usia dini memang terlihat menyeramkan bagi anak. Karena anak yang terhitung usianya yang masih kecil harus dibebani dengan sebuah pekerjaan yaitu belajar. Tapi sebenarnya tidak bagi mereka, justru banyak anak yang suka dengan kehidupan baru mereka. Kehidupan yang mengenalkan mereka sesutau yang belum pernah mereka kenal.
Pendidikan bagi anak usia dini sebaiknya diimplementasikan ketika mereka mulai berumur 0 tahun, karena semenjak lahir seorang anak memiliki berbagai kemampuan dan potensi genetik yang akan sangat baik sekali dan terasa manfaatnya di masa yang akan datang jika potensi tersebut diasah dan dikembangkan, namun pada kenyataanya banyak sekali para orangtua tidak menyadari hal tersebut, selain itu perkembangan ini juga memerlukan keadaan lingkungan yang memungkinkan mereka agar dapat berkembang dan membantu pertumbuhannya dalam memahami diri, kepribadian, kemampuan, sikap, tingkah lakunya serta saraf motoriknya.
Pendidikan Anak Usia Dini  (selanjutnya disingkat menjadi PAUD) merupakan salah satu layanan yang menjadi pilihan solusi terbaik agar anak dapat tumbuh dan berkembang, layanan ini akan berjalan baik jika semua pihak dapat saling bersinergi, karena akan membentuk suatu layanan yang maksimal. Mulai dari layanan ini sebuah pondasi awal terbentuk dalam membangun generasi penerus bangsa yang kelak akan menghadapi tantangan yang lebih berat dari masa yang kita alami pada saat ini. Orang tua juga mempunyai peran tersendiri, dengan mengembangkan potensi diri memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi sehingga dapat memberikan hal yang terbaik sedini mungkin serta pengetahuan-pengetahuan penting lainnya yang dapat membuat orang tua menjadi pusat informasi dan edukasi awal yang baik bagi anak mereka, selain itu dukungan juga sebaiknya tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari masyarakat hingga keluarga juga harus dapat memajukan pendidikan anak usia dini, karena masih sangat terbatasnya jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini terlebih lagi di daerah, selain itu kesadaran orangtua untuk dapat mempercayakan layanan tersebut sebagai tempat yang tepat bagi anaknya juga diperhatikan agar orangtua dapat memahami pentingnya pendidikan anak sejak usia dini dan tidak segan untuk memberikan kesempatan kepada anaknya memperoleh pendidikan yang terbaik sedini mungkin.

 


 

 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III
PEMBAHASAN
3.1    Pengertian Pendidikan

    Menurut John Dewey (Ahli Filsafat Pendidikan Pragmatisme) : Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembangunan dan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Bahkan masyarakat percaya, bahwa pendidikan yang dapat menjamin kehidupan yang lebih baik. Beragam lembaga pendidikan telah banyak didirikan di negeri ini. Mulai taman kanak-kanak, sekolah menengah unggulan, sampai universitas serta lembaga-lembaga pendidikan yang tak terhitung jumlahnya.
Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan informal di sekolah dan luar sekolah. Yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi perkembangan kemampuan-kemampuan individu. Agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat. Pendidikan adalah usaha sadar yang teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang tua yang di serahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat-sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat. Untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup. Secara tepat di masa yang akan datang.
Pendidikan merupakan proses tiada henti sejak manusia dilahirkan hingga akhir hayat. Bahkan pendapat mengatakan bahwa pendidikan sudah dimulai sejak manusia masih berada dalam kandungan (pra-natal). Pastinya, proses pendidikan akan dan harus dialami dan dijalani oleh setiap manusia di setiap waktu.
3.2    Pendidikan Sejak Usia Dini

Perkembangan anak usia 0 hingga 5 tahun merupakan masa keemasan dimana anak mulai mengenal dunia dan akan menentukan bagaimana ia akan tumbuh, berkembang, hidup dan berkreasi dalam menjalani kehidupannya. Masa ini merupakan masa pendidikan yang lebih berfokus pada psikomotor anak serta penanaman akhlaq dan sikap hidup anak didik. Masa ini hanya terjadi sekali dalam kehidupan dan berdampak luar biasa ketika anak itu beranjak dewasa serta anak juga akan mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Unsur-unsur yang sangat berpengaruh dalam perkembangan mereka adalah orangtua, keluarga, guru, masyarakat serta lingkungan dimana ia tumbuh dan berkembang. Pada orangtua dan keluarga sebagai perantara langsung dan berhadapan dengan anak membentuk perkembangan awal bagi anak dan sebagai pondasi dasar pengembangan kemampuan fisik dan berbagai kecerdasan agar dapat berkembang secara optimal, ketika memasuki tingkat yang lebih luas seperti pada guru dan masyarakat serta lingkungan dimana ia tumbuh dan berkembang, peranan ini lebih kepada pembentukan karakter dan kepribadian anak ketika ia bermain dengan teman sebayanya maupun ketika ia mulai memahami hal-hal baru yang ada di luar sana, jadi keluarga, masyarakat dan lingkungan harus dapat memberikan contoh yang baik bagi anak karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau meniru apa saja yang ada disekitarnya, perkembangan inilah yang akan menjadikan modal bagi anak tersebut untuk dapat memasuki pendidikan formal.
Dalam lima tahun pertama, seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa-masa inilah anak-anak seyogyanya mulai diarahkan. Karena saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali, sebagai orang tua yang proaktif kita harus memperhatikan benar hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati, amanah Allah. Dalam tahun-tahun pertama kehidupan, otak anak berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan yang memuat berbagai kemampuan dan potensi. Hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya pendidikan yang tepat untuk dimulai pada anak sejak dini dan ditangan anak-anak inilah kelanjutan generasi bangsa ditentukan.
Simaklah beberapa hasil penelitian baru berikut ini :
1.  Fakta tentang otak :
a.   Saat lahir, bayi punya 100 miliar sel otak yang belum tersambung. Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 triliun koneksi (sambungan antarsel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan cara mengulang-ulang :
-   memperdengarkan bacaan Al Qur' an
-   Bahasa Asing seperti bahasa Inggris
-   memperkenalkan nama-nama benda dengan cara bermaindan menunjukkan gambar
-   memperkenalkan warna dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-warna cerah di kamarnya dan gambar
-   memperkenalkan aroma buah melalui buku
-   membacakan cerita atau dongeng
Pada usia 6 tahun, koneksi yang terus diulang (mengalami pengulangan - pengulangan) akan menjadi permanen. Sedangkan koneksi yang tidak digunakan akan dipangkas alias dibuang. Oleh karenanya, usia sebelum 6 tahun adalah saat yang tepat untuk mengoptimalkan daya serap otak anak agar tidak terpangkas percuma.
b.   Otak yang belum matang rentan terhadap trauma, baik terhadap ucapan yang keras maupun tindakan yang menyakitkan. Susunan otak terbentuk dari pengalaman. Jika pengalaman anak takut dan stress, maka respons otak terhadap dua hal itulah yang akan menjadi arsitek otak sehingga dapat merubah struktur fisik otak. Itulah mengapa kita harus menghindarkan diri dari memarahi anak atau memukulnya. Jika anak kita melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang tidak sopan, sebaiknyalah kita mulai mengajarkannya mana yang betul dan sopan santun dengan cara yang arif serta penuh kesabaran. Kita dapat mencontoh bagaimana Rasulullah saw. bersikap sangat penuh kasih sayang terhadap anak-anak.
c.    Otak terdiri dari dua belahan yaitu kanan dan kiri yang memiliki fungsi yang berbeda namun saling mendukung.
-   Pekerjaan otak kiri berhubungan dengan fungsi verbal, temporal, logis, analitis, rasional serta kegiatan berpola.
-   Pekerjaan otak kanan berhubungan dengan fungsi kreatif dan kemampuan bekerja dengan gambaran (visual) dan berfikir intuitif, abstrak dan non-verbal serta kemampuan taktil/motorik halus pada tangan, termasuk pembentukan akhlak dan moral.
Sistem pendidikan kita maupun ilmu pengetahuan pada umumnya cenderung kurang memperhatikan kepandaian yang tak terucapkan. Jadi, masyarakat modern cenderung menganaktirikan belahan otak kanan.
Menurut Bob Eberle, seorang ahli pendidikan, "prestasi pikiran manusia memerlukan kerja yang terpadu antara belahan kiri dan otak kanan". Kalau tujuan kita adalah mengembangkan pribadi yang sehat dan jika kita ingin menumbuhkan kreativitas secara penuh, maka diperlukan pengajaran untuk menuju keseimbangan antara fungsi kedua belahan otak itu.
2.  Fakta tentang stress
a.   Anak yang mengalami stress pada usia kritis 0-3 tahun akan menjadi anak yang hiperaktif, cemas dan bertingkah laku seenaknya.
b.   Anak dari lingkungan stress tinggi mengalami kesulitan konsentrasi dan kendali diri.
c.   Cara orang tua berinteraksi dengan anak di awal kehidupan akan membuat dampak pada perkembangan emosional, kemampuan belajar dan bagaimana berfungsi di kehidupan yang akan datang.
3.  Ciri-ciri anak pada milenium kedua :
-    mampu berpikir cepat ;
-    mampu beradaptasi dengan cepat dan benar ;
-    memiliki keimanan kuat sebagai filter ;
-    menguasai bahasa dunia ;
-    mampu menyelesaikan masalah dengan cepat ;
-    orang tua mempunyai 7 kebiasaan efektif.
    Dilihat dari berbagai hasil penelitian di atas dapat diperoleh gambaran tentang waktu terbaik dalam memulai mendidik anak yaitu sedini mungkin. Juga bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi anak agar otaknya tidak mengalami trauma, serta dapat lebih meyakinkan kita lagi sebagai orang tua untuk terus menerus menambah ilmu agar dapat membantu anak mengembangkan potensi dirinya secara maksimal.
    Karena itu lah, pendidikan sejak usia dini sangat berguna bagi perkembangan anak. Di awal pertumbuhan itulah mereka seakan kertas putih yang ditulis melalui pengalaman yang akan terukir dalam otaknya. Bagaimana ia berbicara, bagaimana ia bertindak, bagaimana ia menyelesaikan masalah kecil dari apa yang ia hadapi akan sangat berbeda satu sama lain.
Dalam kaitannya dengan life skill yang dihasilkan oleh peserta didik setelah menempuh suatu proses pendidikan, maka berdasarkan PP No.19/2005 sebagaimana dalam pasal 13 bahwa:1) kurikulum untuk SMP/MTs/ SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup. 2) pendidikan kecakapan hidup yang dimaksud meliputi kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dalam menciptakan life skill yang diharapkan dimiliki oleh siswa ukuran yang digunakan adalah penilaian-penilaian di atas. Namun kenyataan sebaliknya justru menunjukan bahwa korelasi antara proses pendidikan selama ini dengan pembentukan kepribadian siswa merupakan hal yang dipertanyakan? Kasus tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba, dan berbagai masalah sosial lainnya merupakan indikator yang relevan untuk mempertanyakan hal ini. Inilah contoh yang dihasilkan dari pendidikan yang terbilang terlambat, karena sang anak sudah terukir dalam otaknya apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dari masa pertumbuhannya entah itu dari keluarga sendiri, guru, bahkan masyarakat serta lingkungan sekitar. Demikianlah apa yang ia dapat semenjak kecil begitu pula apa yang akan dilakukannya ketika beranjak dewasa.
Akan tetapi dengan pendidikan sejak usia dini yang didapat oleh anak dapat merubah generasi bangsa. Bangsa Indonesia yang penuh masalah. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai orang tua yang harus mendidik anak dari moralnya, etikanya baik dalam berpakaian, perbuatan maupun dalam ucapannya.

 


 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV
PENUTUP

 
Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan yaitu pendidikan bukanlah hanya dalam keadaan formal saja, akan tetapi ada pendidikan non-formal yaitu pendidikan dalam keluarga ataupun lingkungan masyarakat sekitar yang mana sangat berpengaruh sekali perannya dalam masa pertumbuhan anak yang terbilang sangat perlu perhatian. Kemudian pendidikan untuk anak kita tercinta seharusnya dimulai sejak dini, karena mempunyai pengaruh yang sangat besar dapat masa pertumbuhan otak dan anak yang baru mengenal dunia.
Kita sebagai orang tua janganlah membiarkan anak berkembang dengan sendirinya, tapi harus kita perhatikan bagaimana perkembangannya dalam setiap tahap. Agar kelak sang anak dapat menjadi sumber daya manusia yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa Indonesia. Melalui pendidikan karakter sedini mungkin, mari wujudkan dan tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia bisa berubah.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Makalah Pengaruh Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar


KATA PENGANTAR


 
Alhamdulillah segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan rahmatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik walaupun mungkin ada kekurangan kita mohon maaf sebesar-besarnya.

Makalah ini kita buat dengan tema " Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi Siswa". Tema ini kita pilih karena sangat menarik untuk disimak dan dihayati para pembaca agar dapat memberikan pengetahuan bagi kita semua khususnya bagi mereka yang akan menjadi seorang pendidik.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua agar bisa membuka pikiran kita untuk lebih berfikir cerdas dalam menyikapi krisis global sekarang ini. kita menyadari bahwa banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena kurangnya pengetahuan dan wawasan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Dan terimakasih atas perhatiannya.


 


 

 

Terimakasih

 

 
Semarang, 30 April 2011

 


 

DAFTAR ISI


 

Kata Pengantar    i

Daftar Isi    ii

Bab I Pendahuluan    1

  1. Latar Belakang Masalah    1
  2. Permasalahan    2
Bab II Pembahasan    3

  1. Gaya Belajar    3
  2. Gaya Belajar Anda Visual, Auditori, atau Kinestetik ?     6
  3. Pengaruh Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar    3
Bab III Penutup    3

Daftar Pustaka


 


 


 


 


 


 


 


BAB I
PENDAHULUAN

 
  1. Latar Belakang Masalah
Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri otak kanan, aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).

Terdapat tiga tipe gaya belajar yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu visual (cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat), auditorial (belajar melalui apa yang mereka dengar) dan kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan). Prestasi belajar masih tetap menjadi indikator untuk menilai tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar.

Prestasi belajar yang baik dapat mencerminkan gaya belajar yang baik karena dengan mengetahui dan memahami gaya belajar yang terbaik bagi dirinya akan membantu siswa dalam belajar sehingga prestasi yang dihasilkan akan maksimal.

Gaya belajar (Learning Styles) dianggap memiliki peranan penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa yang kerap dipaksa belajar dengan cara-cara yang kurang cocok dan berkenan bagi mereka tidak menutup kemungkinan akan menghambat proses belajarnya terutama dalam hal berkonsentrasi saat menyerap informasi yang diberikan. Pada akhirnya hal tersebut juga akan berpengaruh pada hasil belajar yang belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.
    Oleh karena itu penulis mempunyai inisiatif untuk menyusun makalah tentang Pengaruh Gaya Belajar dan Prestasi Siswa.


 


 

1.2    Permasalahan

    Banyak makalah yang membahas hanya tentang macam-macam gaya belajar. Akan tetapi dalam makalah ini penulis mencoba mengangkat masalah " Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi Siswa".
Dalam makalah ini penulis akan membahas pertanyaan di bawah ini :

  1. Apa arti sebenarnya gaya belajar?
  2. Bagaimana mengenali gaya belajar siswa?
  3. Dan apa pengaruhnya terhadap prestasi siswa?

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 
2.1    Gaya Belajar

Gaya belajar didefinisikan sebagai cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru dan sulit, dikutip dari Barbara Pranshnig (2007) dalam bukunya berjudul "The Power of Learning Styles".  Eric Jensen (2010) dalam bukunya "Super Teaching" mendefinisikan gaya belajar adalah satu cara yang disukai untuk memikirkan, mengolah, dan memahami informasi. Akar krisis pendidikan karena persoalan pembelajaran yang kurang efektif. Salah satu unsur penting di dalamnya adalah gaya mengajar guru yang tidak cocok dengan gaya belajar peserta didik.

Thomas L.Maddem (2002) dalam bukunya "Fire Up Your Learning" mengatakan bahwa manusia pada umumnya menggunakan antara lima hingga sepuluh persen kapasitas otaknya. Jika kita mampu membuka separuh saja dari seluruh kapasitas otak, kita tidak akan menemukan lagi hambatan berbahasa dan kita tidak perlu menggunakan komputer untuk menyelesaikan soal matematika atau tugas ilmiah lainnya karena otak kita bekerja lebih cepat dari komputer.

Salah satu cara membuka potensi luar biasa yang telah terkunci rapat dalam otak adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak melalui gaya belajar yang sesuai dengan gaya mengajar.

Di bagian lain, Madden membagi lima gaya belajar melalui; (1) indera penglihatan atau visual; membaca, melihat, mengamati, visualisasi, imajinasi; (2) indera pendengaran atau auditori; mendengarkan, berbicara, berdiskusi; (3) indra peraba atau kinesterik; mengalami, mengerjakan, merasa, dan intuisi; (4) indra penciuman (olfaktori); dan (5) indra pencecap (gustatori).

Pendapat lain, Ken & Rita Dunn dari Universitas St. John di Jamaica New York dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder mengidentifikasi tiga gaya belajar, yakni; (1) VISUAL, yakni belajar melalui melihat sesuatu; (2) AUDITORI, yakni belajar melalui mendengar sesuatu, dan (3) KINESTETIK, yakni belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung", dikutip dari Rose dan Nicholl (2006) dalam bukunya "Accelerated Learning for Yhe 21 st Century".

Kebanyakan orang menunjukkan kelebihsukaan atau kecendrungan pada satu gaya belajar tertentu dibanding dua gaya lainnya. Berdasarkan hasil riset kecendrungan tersebut; 29% visual, 34% auditori, dan 37% kinestetik.  Informasi tambahan menyatakan bahwa saat mencapai usia dewasa kecendrungan gaya belajar adalah daya visual.

Disamping itu, penelitian terhadap model gaya belajar dipengaruhi oleh fungsi dasar belahan otak, yakni otak belahan kiri dan otak belahan kanan. Dibuktikan tipe orang yang memperoses informasi dengan menggunakan otak kiri lebih menyukai lingkungan belajar yang sunyi, pencahayaan yang terang, dan dirancang secara formal, mereka tidak memerlukan makanan camilan, bisa belajar dengan kondisi terbaik saat sendiri atau dengan kehadiran figus yang berwenang.

Sebaliknya, orang yang memperoleh informasi dengan mengunakan otak kanan lebih menyukai pengalihan kebisingan atau musik, pencahayaan redup, rancangan informal, makanan camilan, mobilitas dan interaksi dengan orang lain di tempat kerja, selama belajar atau sedang berkonsentrasi.

Penelitian mengungkapkan adanya perbedaan gaya belajar diantara murid. Setiap individu lebih suka belajar dengan cara yang berbeda serta kemampuan menyerap informasi meningkat secara signifikan ketika orang dapat berpikir, bekerja dan berkonsentrasi dalam kondisi yang disenanginya.

Penelitian selama 25 tahun terakhir membuktikan bahwa manusia mampu mempelajari materi apa pun dengan berhasil apabila metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan pembelajaran individu. Artinya, apabila keragaman manusia dipertimbangkan dan diperhatikan dalam proses pembelajaran, hasilnya selalu positif; pelajar merasa senang, meraih sesuatu tanpa stres, mengalami peningkatan motivasi, dan selalu bisa mengendalikan proses belajar.

Jadi kunci menuju keberhasilan dalam belajar adalah mengetahui gaya belajar yang unik dari setiap orang, menerima kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan sebanyak mungkin menyesuaikan preferensi pribadi dalam setiap situasi pembelajaran.

Apabila siswa tidak bisa belajar dengan cara guru mengajar, maka guru harus belajar mengajar mereka dengan cara murid bisa belajar karena semua gaya belajar itu bagus.

Sepuluh langkah untuk mengimplementasikan gaya belajar berbasis sekolah: (1) pelatihan guru mengenai gaya belajar dan manajemen kelas termasuk profil Learning Style Analysis (LSA) para guru; (2) melakukan penilaian terhadap murid dengan menggunakan instrumen LSA yang menghasilkan profil murid; (3) Pelatihan guru gaya belajar dan pengajaran yang berpusat pada murid; (4) Guru yang telah dilatih mengenai gaya belajar  melakukan observasi; (5) Berbagi hasil bersama murid dan orang tua; interpretasi profil LSA; (6) merangcang ulang ruang kelas berdasarkan preferensi dan masukan dari murid dan didukung oleh semua stakeholder sekolah untuk mencapai hasil yang diharapkan;(7) menggunakan peralatan gaya belajar yang pada awalnya dibuat guru; (8) mengadaptasi gaya belajar dalam pembelajaran; (9) Tahap evaluasi; dan (10) Ditemukan bahwa gaya mengajar setiap orang sama dengan gaya belajarnya (Barbara Prashnig, 2007).


 

2.2    Gaya Belajar Anda Visual, Auditori, atau Kinestetik ?


1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat.
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual :

  1. Bicara agak cepat
  2. Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
  3. Tidak mudah terganggu oleh keributan
  4. Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
  5. Lebih suka membaca dari pada dibacakan
  6. Pembaca cepat dan tekun
  7. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
  8. Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
  9. Lebih suka musik dari pada seni
  10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

     
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.

2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.

3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.

4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).

5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.


2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :

  1. Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
  2. Penampilan rapi
  3. Mudah terganggu oleh keributan
  4. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
  5. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
  6. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
  7. Biasanya ia pembicara yang fasih
  8. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
  9. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
  10. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
  11. Berbicara dalam irama yang terpola
  12. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :

1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.

3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.

5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

 

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.


 


 

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :

  1. Berbicara perlahan
  2. Penampilan rapi
  3. Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
  4. Belajar melalui memanipulasi dan praktek
  5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
  6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
  7. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
  8. Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
  9. Menyukai permainan yang menyibukkan
  10. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
  11. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

 

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.

4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.

5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.


 

2.3    Pengaruh Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang baik pasti ditentukan oleh bagaimana proses belajar dia untuk menuju hasil prestasi yang baik tadi. Proses atau gaya belajar pasti berbeda-beda dan masing-masing gaya belajar memiliki nilai positif dan negatif begitu juga dengan dampaknya kepada orang tersebut dan di sekelilingnya. Memang betul ada pola belajar yang tidak baik dan karena itu menghasilkan prestasi belajar yang buruk tetapi kalau pola belajar baik sudah dijamin mendapat hasil yang memuaskan. Mutu pendidikan yang pun juga mempengaruhi kelangsungan pola belajar seorang murid begitu juga dengan lingkungan murid tersebut. Tetapi yang paling mempengaruhi pola belajar terhadap prestasi belajar adalah murid itu sendiri. Jika dia punya motivasi yang tinggi untuk mengembangkan pola belajar maka pola belajar tersebut akan membaik dan hasil prestasinya pun juga akan membaik. Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.

Rahasia keberhasilan pembelajaran terletak pada pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri, kesesuaian gaya mengajar dan gaya belajar, potensinya, dan konsekwensi yang ditimbulkannya. Pengalaman di Swedia dan Selandia Baru, sekolah yang telah menerapkan gaya belajar menunjukkan perubahan, antara lain; disiplin membaik, prestasi akademik meningkat, kerjasama staf juga lebih baik, komunikasi lebih lancar, minat orang tua dalam pembelajaran meningkat. Kenyataannya, hampir semua murid yang berprestasi rendah adalah murid yang gaya belajarnya tidak cocok dengan gaya mengajar guru di sekolah.

Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : "modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya".


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III
PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Marilah kita sebagai mahasiswa yang nantinya akan menjadi orang tua dan juga ada yang akan menjadi seorang pendidik agar selalu memperhatikan perkembangan belajar anak atau siswa kita. Karena mereka butuh bimbingan kita untuk diarahkan ke jalan yang menuju masa depan yang lebih baik.

Gaya belajar anak sangat berpengaruh pada hasil belajar mereka dan mereka akan merasakannya kelak ketika dewasa nanti manfaat dari bimbingan yang kita berikan kepada mereka.

Kesuksesan guru atau orang tua dalam mendidik adalah tatkala ia tahu benar gaya belajar anak, lalu menerapkan pola pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar tersebut. Tidak sedikit guru atau orang tua 'memaksakan' memberikan pola pembelajaran. Mereka menganggap setiap anak sama. Akhirnya gaya mengajar anak harus sesuai dengan gaya belajar guru atau orangtua. Padahal, jika kita sadari hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kegagalan kita dalam mendidik.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA